Senin, 18 Pbr 2019.
Bacaan I Kejadian 4:1-15.25 7:1-5.10. Injil Markus 8:11-13.
*”Masakan mukamu tidak berseri, jika engkau berbuat baik?”* (Kej 4:7).
RAUT wajah itu jujur. Ia berbicara sejelasnya tentang suasana di sudut-sudut hati. Ekspresi wajah itu bisa bilang bahwa kita sedang gembira. Atau bahwa suasana hati lagi tak karuan. Kecuali bahwa kita lagi bersandiwara. Lagi ‘panas-panas’ di dalam lalu wajah ‘dipaksa senyum merekah’. Ataupun ‘hati lagi ceriah’ namun kita tampakan ‘muka asam’. Ditambah lagi dengan ekspresi ‘makan gigi’.
KATA-KATA Tuhan untuk Kain, si sulung itu, jelaskan garis lurus tembus antara ‘bahasa hati dan bahasa wajah’. Hati yang tulus itu tertampak dalam wajah tanpa kepalsuan. Cerah ceriah. Berseri-seri. Maka, andaikan Kain itu tulus hati, maka wajahnya tentu berseri-seri. Sayangnya, wajahnya sudah terlanjur sayu remang-remang. “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram”? (Kej 4:6).
SINDROM Kain bisa menggejala dalam keseharian. Nampaknya kita kita menujukkan segala ‘persembahan’ dan ‘korban’ hidup kita. Sayangnya wajah kita itu jujur terlihat kurang ‘manis’ tak rupawan. Ini diakarkan pada suasana batin gelombang bergelora. Yang dipicu lagi oleh hati yang mendengki. Marah dan menjadi tak bersahabat. Dan kemudian dirancanglah satu dua tindakan keji (cf Kej 4:8).
KITA memang tetap terpanggil untuk hidup dalam persahabatan dan kekariban. Di dalamnya, kita mesti maklum bahwa sesama-sesama itu ada dalam ‘perawatan’ dan ‘penjagaan’ kita. Bahwa sesama itu mesti mengalami suasana damai, tenang, dan sungguh ‘menikmati hidup’. Karena kitalah penjaminnya. Alam hidup bersama ini jadinya elok dan nyaman. Bebas dari ancaman, dan dari segala macam aksi dan tindakan yang tidak menyenangkan. Sekali lagi, karena kitalah pengusahanya. Maka, mari kita lemparkan lagi ‘senyum yang tulus membias’ kepada sesama. Dan buka tunjukan ‘wajah muram karena panas hati’.
Karena dari situ lahirlah aneka kekerasan.
Salam Yesus Ekaristi Kudus.
Tuhan memberkati. Amin.